Halaman

Senin, 08 April 2013

OGB(Obat Generik Berlogo)


                                SOSIALISASI OBAT GENERIK BERLOGO (OGB) DI INDONESIA
                                                          Oleh : dr Lusia
     Di Indonesia, pemakaian obat generik secara umum masih rendah, padahal  sebagai negara berkembang dengan masalah ekonomi dan kesehatan yang ada, seharusnya obat generik dapat menjadi pilihan utama. Namun, kenyataanya hanya sekitar 10 % dari konsumsi obat secara keseluruhan. Hal ini sangat kontras bila dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat, penggunaan OGB sudah sangat tinggi yaitu  telah mencapai hampir lebih 50% masyarakatnya menggunakan obat generik. Hal ini didukung oleh tingkat pengetahuan masyarakatnya yang tinggi akan obat-obatan , kesadaran dokter , kuatnya posisi pemerintah terhadap dokter dan industri farmasi , serta tersedianya sistem pembiayaan kesehatan..
      Memang, tidak dapat dipungkiri bahwa obat generik masih menimbulkan keraguan, baik dari masyarakat maupun kalangan praktisi kedokteran. Keraguan terhadap obat generik yang harganya lebih terjangkau masyarakat, muncul akibat adanya anggapan bahwa semakin  mahal harga obat, semakin baik kualitasnya., obat generik diasumsikan sebagai obat kelas dua bahkan kelas tiga. Karena itu, masyarakat cenderung memilih obat paten meski harganya jauh lebih mahal. Anggapan ini jelas keliru, karena dalam hal khasiat dan keamanannya obat generik tidak berbeda dengan obat paten. Hanya saja , obat generik adalah obat yang dalam produksi, distribusi dan penggunaanya memakai nama generik atau nama zat berkhasiat bukan nama dagang atau merek dagang
     Untuk lebih memahami masalah obat generik, ada baiknya jika kita mengetahui apa sebenarnya obat generik itu.

Beberapa istilah-istilah/pengertian/definisi obat :
1.    Generik
Berarti semua hal yang berhubungan dengan suatu genus .

Dalam bidang perobatan di Indonesia , yang dimaksud dengan :
2.    Obat generik (unbranded drug)
•    Obat Generik adalah  obat dengan nama resmi Internasional Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
•    Obat jadi yang dipasarkan dengan nama generik atau dalam bentuk bahan baku (zat kimia) untuk racikan di apotik
Obat generik sendiri dibagi dua, yakni:
* . OGB
*. Obat Generik Bermerek Dagang (OBM/branded generic/generik bermerek).
3.  Obat Generik Berlogo (OGB)
Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat jadi yang menggunakan nama zat berkhasiatnya (nama generik) yang diedarkan dengan  mencantumkan logo khusus untuk penandaanya pada kemasan obat (Depkes RI, 1996) dan merupakan obat yang telah habis masa patennya (off patent), sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti.
Obat Generik dalam kemasan obat dapat dikenali dengan logo lingkaran hijau bergaris- garis putih dengan tulisan "Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat.

4.    Obat Branded Generik
Obat generik bermerek yang lebih umum disebut obat bermerek adalah obat yang diberi merek dagang tergantung oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya
5.    Obat paten 
Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa hak paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku hak paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik hak paten. Ada beberapa tipe obat yang lama masa patennya lebih pendek. Biasanya ini berlaku untuk obat yang memengaruhi kehidupan umat manusia, seperti obat HIV/AIDS atau obat flu burung. 
Setelah masa patennya habis maka perusahaan farmasi lain bisa membuat obat yaang sama untuk dibuat generiknya. Namun berapa perusahaan farmasi tidak membuat generiknya, umumnya mereka membuat Obat Branded Generik. Isinya tetap obat generik tetapi diberi  merek dagang. Harganya hampir  sama / lebih murah sedikit dari obat paten.

Mengenal Sosialisasi Obat Generik Berlogo di Indonesia

      Keadaan Indonesia sebagai negara berkembang dengan krisis moneter yang melanda menimbulkan dampak di bidang pelayanan kesehatan milik swasta maupun pemerintah termasuk industri farmasi, yaitu kesulitan untuk memperoleh bahan baku obat dan mengakibatkan terjadinya kelangkaan serta kenaikan harga obat. Keadaan ini mendorong terjadinya pergeseran dari penggunaan obat paten ke obat generik yang harganya relatif lebih murah.
      Berbagai usaha dilakukan untuk  memenuhi kebutuhan akan obat-obatan. Penyediaan obat bagi masyarakat  tidak dapat dilepaskan dari masalah kebijakan pembangunan kesehatan . Oleh karena itu,  pemerintah menanggapi masalah tersebut antara lain  dengan upaya pengadaan obat yang bermutu dengan harga terjangkau. Sehingga pada tahun 1989 diluncurkanlah Obat Generik Berlogo (OGB) yang merupakan program Pemerintah Indonesia dengan tujuan memberikan alternatif obat bagi masyarakat, yang dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta ketersediaan obat yang cukup. Namun, harganya yang murah. dan diberikan kepada masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas yang umumnya adalah yang tidak mampu untuk berkunjung ke rumah sakit besar. Hal ini menimbulkan kesan bahwa OGB diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah hingga saat ini OGB masih dipandang sebelah mata. Untuk menepis anggapan tersebut maka ditingkatkan sosialisasi OGB untuk semua lapisan masyarakat.
     Adapun Tujuan Sosialisasi OGB yang utama dimaksudkan untuk menghilangkan stigma bahwa obat generik adalah obat kelas dua bahkan kelas tiga.   Adapun kampanye obat generik yang dilakukan melalui berbagai jalur media, merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terencana, intensif dan terpantau, agar masyarakat sadar bahwa obat generik bukan obat murahan bermutu rendah, tetapi obat murah yang berkualitas di mana Obat Generik Berlogo dari sisi zat aktifnya, persis sama dengan obat paten, sehingga mutunya sama dengan obat paten yang berharga jauh lebih mahal.

Tujuan peluncuran OGB
OGB merupakan program Pemerintah pada era tahun 1989 yang diluncurkan oleh pemerintah melalui SK Menkes No 085/Menkes/Per/1989 dengan tujuan :
1.    Memeratakan Pelayanan Kesehatan dengan memberikan alternatif obat bagi masyarakat dengan kualitas terjamin, harga terjangkau dan ketersediaan obat yang cukup sehingga masyarakat mudah mendapatkan OGB. Karena pada saat itu dirasakan  sangat tinggi  sehingga obat sulit dijangkau oleh masyarakat banyak.
2.    Selanjutnya, pada Tahun 1991 OGB diluncurkan untuk memenuhi kebutuhan obat masyarakat menengah ke bawah dengan mengacu kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk penyakit tertentu.
Awalnya, OGB diproduksi hanya oleh beberapa industri farmasi BUMN di mana produk OGB ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan obat institusi kesehatan pemerintah dan kemudian berkembang ke sektor swasta karena adanya permintaan dari masyarakat.

Mutu OGB
Standar Mutu  yang dimiliki oleh OGB sehingga layak dikonsumsi oleh pasien :
1.    Fasilitas produksi sudah memenuhi standar  CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)
2.    Pabrik obat menetapkan standar yang baik untuk produk yang diproduksinya seperti :  bahan baku obat yang digunakan harus memenuhi standar bahan baku obat di Amerika Serikat (USP) dan Eropa sehingga memiliki khasiat yang sama dengan obat paten.
3.    Sudah diuji banding bioavailibitas /ketersediaan hayati dan bioekuivalensi/kesetaraan biologi dengan obat paten dan memberikan hasil yang setara.
Bioavaiabilitas dan Bioekuivalensi
Kualitas obat generik lebih ditentukan oleh cara pembuatan yang mengikuti persyaratan yang ketat sesuai dengan pembuatan obat yang bermerek yaitu sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Selain itu, pembuatan obat generik juga harus memenuhi persyaratan pembuatan obat yang disebut dengan uji bioavailibilitas/ bioekuivalensi (BA/BE). Obat generik dan obat bermerek yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan bioekuivalensi (BE) dengan obat pembanding inovator (obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di pasaran melalui serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA). Studi BA dan atau BE seharusnya telah dilakukan terhadap semua produk obat yang berada di pasaran, baik untuk obat bermerek maupun obat generik.
Bioavailibilitas/ketersediaan hayati(BA) didefinisikan sebagai rate (kecepatan zat aktif dari produk obat /zat aktif yang diserap tubuh ke sistem peredaran darah) dan extent (besarnya jumlah zat aktif dari produk obat yang dapat masuk ke sistem peredaran darah) sehingga zat aktif/obat tersedia pada tempat kerjanya untuk menimbulkan efek terapi/penyembuhan yang diinginkan. Sedangkan bioekuvalensi/kesetaraan biologi (BE) didefinisikan sebagai tidak adanya perbedaan bermakna pada rate dan extent zat aktif dari dua produk obat yang memiliki kesetaraan farmasetik, misalnya antara tablet A yang merupakan produk uji dan tablet B yang merupakan produk inovator. Dengan demikian, zat aktif tersedia pada tempat kerja obat ketika keduanya diberikan dalam dosis yang sama dan dalam desain studi yang tepat. Studi BE memungkinkan untuk membandingkan profil pemaparan sistemik suatu obat dengan bentuk sediaan yang berbeda-beda (tablet, kapsul,sirup,salep,suppositoria,dan sebagainya) dan dengan rute pemberian yang berbeda-beda (oral, rektal, atau transdermal/kulit).
     Jika saat ini obat generik diragukan kualitasnya karena dianggap tidak melakukan uji BA/BE maka keraguan ini tidak beralasan karena sejak Agustus 2007, BPOM telah mengeluarkan peraturan tentang obat generik yang menyatakan bahwa obat resep (ethical) dikenakan kewajiban untuk melakukan uji BA/BE. UJi tersebut akan menjadi prasyarat registrasi obat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM-RI. Uji BA/BE diperlukan untuk menjamin keamanan dan mutu obat generik. Dengan demikian, masyarakat, terutama klinisi, mendapat jaminan obat yang sesuai dengan standar efikasi, keamanan, dan mutu yang dibutuhkan.
    Untuk memenuhi segala persyaratan ini, obat generik harus melalui penelitian yang komprehensif terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Jika seluruh persyaratan telah ditaati oleh obat generik maka seharusnya tidak perlu ada keraguan lagi terhadap jaminan kemanjuran, keamanan, dan mutu obat generik.

Harga OGB

 Mengapa  harga OGB lebih terjangkau ? Harga OGB lebih murah karena :
1.    Tidak perlu lagi menyediakan dana untuk biaya riset dan pengembangan seperti yang dilakukan perusahaan sebelumnya.
2.    OGB diproduksi dalam jumlah besar sehingga biaya produksi lebih efisien.
3.    Perusahaan-perusahaan yang memproduksi obat generik tak perlu mengeluarkan biaya promosi/pemasaran dan biaya kemasan generik biasanya dibuat lebih sederhana, tanpa mengurangi kegunaannya untuk melindungi khsiat dan keamanan obat .
4.    Harga OGB dikontrol oleh Pemerintah dan ditetapkan melalui SK Menkes dengan pertimbangan bahwa harga OGB harus terjangkau oleh masyarakat,
Sesuai UU Nomor 36 tahun 2009, penetapan harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah dan oleh karena itu tiap tahun diterbitkan ketetapan / peraturan Menteri Kesehatan terkait harga obat generik. Terakhir dilakukan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 094/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah Tahun 2012 dan Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik.)
Tahun 2013 direncanakan penetapan harga melalui lelang harga satuan (e-catalog obat generik), agar pengadaan obat dapat mengikuti aturan sesuai Perpres 70 tahun 2012, dan dengan harapan pengadaan akan lebih mudah dan efisien dengan tetap menjamin ketersediaan obat. Pengadaan Obat melalui e-catalog merupakan kerjasama antara Kementerian Kesehatan dan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah).

3 Alasan membeli OGB
1.    Hemat
Hemat dibanding obat bermerek. Bila kebijakan pemakaian obat generik dapat diterapkan, maka banyak manfaat yang dapat diperoleh, antara lain dapat menghemat biaya berobat. Dibandingkan dengan obat paten, harga obat generik 20 – 60 persen lebih murah. Sementara khasiat obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena zat yang terkandung di dalamnya sama dengan obat paten. Ini sangat membantu untuk pengobatan berbagai penyakit yang membutuhkan pengobatan yang lama seperti tuberkulosis , hipertensi,diabetes, stroke, HIV, hepatitis, maag, alergi, dan Lupus.
Misalnya : Terpapar penyakit tuberkulosis (TB) artinya sudah harus bersiap dengan rencana medikasi yang panjang. Untuk kelanjutan pengobatan TB yang efektif, Obat Generik Berlogo (OGB) menjadi salah satu solusinya.Kebijakan penggunaan OGB: Pengobatan TB membutuhkan waktu yang panjang sehingga sayang jika pasien terpaksa DO, terputus pengobatannya hanya karena alasan tidak ada biaya untuk membeli obat paten. Maka, peresepan obat generik dengan harga terjangkau dan efikasi yang sesuai standar tentu sangat menolong pasien.
2.    Berkualitas
Diproduksi sesuai Standar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan melalui hasil Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi.
3.    Lengkap
Jumlah produk dan kelas terapi yang lengkap untuk berbagai penyakit, takaran yang utuh, dikemas secara baik dan didukung oleh jaringan distribusi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Peraturan-peraturan/ undang-undang mengenai OGB

Beberapa regulasi dari Kementerian Kesehatan semakin membuka kemudahan penggunaan OGB di masyarakat. Seperti dikeluarkannya
1.     Permenkes HK 02.02/Menkes/068/1/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah serta Kepmenkes HK 03.01/Menkes/159/1/2010 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah Hal ini tentunya memudahkan sosialisasi penggunaan obat generik, baik oleh dokter yang merawat pasien serta pasiennya sendiri.
2.    Untuk lebih mendukung penggunaan obat esensial generik tersebut beberapa ketentuan lainnya juga dikeluarkan, seperti SK Menkes Nomor 988 Tahun 2004 tentang pencantuman nama generik pada label obat dan SK Menkes Nomor 12 Tahun 2005 tentang harga jual obat generik. Ketentuan tentang produksi obat generik melalui cara pembuatan obat yang baik (CPOB) serta promosi penggunaan obat generik juga telah mendapatkan pengaturan. .
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pada pasal 24 disebutkan pasien yang tidak mampu diberikan obat paten dapat diganti dengan obat generik yang khasiatnya sama.  atas persetujuan dokter dan/atau pasien;. Hal yang sama pada HK. 02.02/Menkes/068/I/2010 pada pasal tujuh yang menyebutkan bahwa apoteker dapat mengganti obat merek dagang/paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya dengan persetujuan dokter dan atau pasien.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat, mengatakan dalam upaya mewujudkan standardisasi dan efisiensi pelayanan obat dalam program Jamkesmas, maka seluruh fasilitas kesehatan terutama rumah sakit diwajibkan mengacu pada formularium obat Jamkesmas , di mana obat-obatan dalam formularium ini sebagian besar obat generik. 
     Dengan adanya berbagai peraturan ini diharapkan penggunaan obat generik di pelayanan kesehatan akan lebih meningkat dan pelayanan kesehatan masyarakat akan terjangkau karena kalau dengan membeli obat branded mungkin hanya sepertiga saja bisa tercover oleh SJSN( Sistem Jaminan Sosial Nasional)

Sasaran sosialisasi OGB di Indonesia :
Dengan mengkampanyekan penggunaan OGB ke  3 kelompok sasaran :
Sasaran Primer
•    Dokter, dokter gigi, apoteker dan paramedis di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan apotek milik BUMN
•    Pasien
•    Semua lapisan mayarakat mulanya masyarakat menengah ke bawah kini mulai menyasar ke mayarakat menengah ke atas .
Sasaran sekunder
•    Pihak-pihak yang dapat mempengaruhi perilaku sasaran primer dalam penggunaan obat generik, seperti para pakar yang berpengaruh dalam bidang kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, pendidik di lembaga pendidikan, tenaga kesehatan, tokoh organisasi profesi, dan tokoh masyarakat.
Sasaran tersiernya
•   Kelompok pembuat keputusan penyelenggara pelayanan kesehatan 

Solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri untuk lebih mengenalkan obat generik ke masyarakat adalah:
Cara yang pertama dengan menunjuk duta obat generik yang dapat turun ke seluruh lapisan masyarakat (sebaiknya menggunakan icon artis sehingga masyarakat lebih antusias). Langkah promosi dengan program sosialisasi di berbagai tempat berkumpulnya masyarakat di mal-mal, wilayah industri, perumahan-perumahan elit, sekolah,  tempat layanan Posyandu hingga ke sekolah-sekolah. “Target ditujukan untuk menggeser persentase penggunaan obat generik yang saat ini sekitar 80% masih melalui Puskesmas .
Cara yang kedua adalah menggencarkan iklan obat generik di media elektronik khususnya televisi sebab jarang sekali saat ini melihat iklan mengenai obat generik di televisi.
Cara yang ketiga adalah dengan bekerja sama dengan instansi-instansi kesehatan misalnya apotek, rumah sakit, puskesmas untuk mampu mengajak masyarakat yang belum mengenal lebih dalam obat generik menggunakannya serta instansi-instansi kesehatan tersebut mampu menerangkan kepada masyarakat akan manfaat obat generik .Saat ini  beberapa rumah sakit swasta besar sudah mulai menyediakan obat generik berlogo untuk pasien-pasien tertentu.

     Dengan adanya program sosialisasi OGB kepada seluruh lapisan masyarakat maka OGB akan dikenal lebih baik sehingga anggapan salah selama ini bahwa OGB adalah obat untuk orang miskin dan tidak bermutu berubah menjadi OGB adalah cara hemat untuk sehat. Hal ini disebabkan karena OGB dapat dibeli dengan harga yang lebih murah dari obat paten dan OBM tetapi dengan mutu yang sama sehingga masyarakat bisa terbantu dan terlayani  dengan adanya program - program dari pemerintah yang sangat baik ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.